Minggu, 06 Maret 2011

puisi andika habli

Percakapan
Ku bilang, cinta bagaikan seikat bunga yang terpajang indah di meja
Tapi kau bilang, tak mungkin. Sebab, bagimu cinta adalah warna,
sesuatu yang menghiasi dunia.
Aku ingin kau melihat cinta, sahut ku, agar bisa membedakannya dengan yang lain.
Tapi lagi-lagi kau membantah, sebab di dalam cinta semua sama tak ada beda
Akhirnya ku bisikkan di telingamu, cinta adalah pengorbanan, dan kau hanya senyum simpul,
Malu.

Koridor 2007
Maaf, aku harus nyatakan cinta,
meski tahu kau tak akan suka.

Wisuda 2008
Mungkin, ini terakhir kalinya aku melihatmu
Dan menamakan jarak kita sebagai perpisahan

Sajak, luka
Kau lah yang mengajariku sajak, membungkus kata menjadi makna
Karna di teduh matamu aku belajar mengeja huruf-huruf yang berserakan
Mencoba menjerat cinta yang katanya sulit di dapatkan
Kaulah kamus itu, yang ku baca dari atas sampai bawah, dari luar ke dalam
Mencari pengertian, sebuah kata yang sudah lama kau tinggalkan
Dan setiap sajak serta kata yang berawal darimu selalu meninggalkan luka
Sebab bagimu para penyair adalah pendusta
Ajari aku merangkai kata indah hanya untukmu
Atau tunjukkan padaku bagaimana merangkai bunga hati menjadi pendamping diri
Walau kata hanyalah huruf-huruf mati
Tapi akan ku buat kau merasakan dalamnya makna
Lalu kita akan belajar bagaimana menumbuhkan benih suka di tanah pertentangan
Dan cara menghadapi hembusan kencang angin masalah
Dalam tunas yang kita sebut sebagai perkawinan

Aku bukanlah orang yang taat
Aku juga bukanlah orang yang saleh
Tapi aku ingin menikmati sholat
Menghancurkan dinding pemisah hijab

Ku katakan suka padamu, seperti sukanya air ke bawah
Mengalir begitu saja tanpa perintah
Ku katakana cinta padamu, seperti cahaya
Melesat cepat dari matahari ke semesta, menerangi semua
Dan kau lah arah tujuan itu
Setelah aku berkeliling di delapan mata angin
Menelusur dari atas ke bawah
Berharap cinta akan tumpah




Aku ingin bilang cinta
Tapi, cinta ternyata lebih indah dari yang ku kira
Jadi, ku katakana saja suka
Meski tahu kau akan menjawab apa

Entah kenapa, sepertinya hatiku terpaut pada kata “ayu” yang melingkari namamu
Dari dulu tak pernah lepas,
Bahkan, sampai sekarang
Seakan kata itu adalah kompas yang menuntun kea rah penggantimu
Mudah-mudahan tak ada kutukan dalam kata itu

Sedang namamu saja aku tak tahu
Jadi, bagaimanakah harus ku ungkap perasaan ini
Lewat bulir-bulir rindu
Sepasang camar laut membumbung di angkasa
Seperti kita yang saling berbisik berdua
Menikmati canda dan udara
Apakah ini cinta, bisikmu
Ku genggam erat setiap lentik jarimu, sebagai jawaban
Lalu kita melanjutkan perjalanan dalam bahtera bernama perkawinan
Dimana gelombang masalah tak sedang-sedang
Satu hilang yang lain datang
Udara pun seakan meradang dan berang
Dan kabut, ia pun jadi penghalang
Hingga akhirnya kita menamakan cinta sebagai pengorbanan
Aku hanya ingin
Aku ingin mencintaimu dengan jujur
Aku ingin mencintaimu dengan tulus
Aku ingin mencintaimu dengan ikhlas
Aku ingin mencintaimu dengan bersih
Aku ingin mencintaimu dengan kasih
Aku ingin mencintaimu dengan sayang
Aku ingin mencintaimu dengan penuh
Aku hanya ingin kau tahu, tak lebih

Rindu
Ajari aku menghapus namamu dari peta kenangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar